Teknologi Informasi (TI) adalah alat bantu yang sangat effektif bagi seseorang, sebuah institusi atau sebuah negara – jika mereka bertumpu pada kekuatan otaknya dan bukan pada kekuasaan, jabatan, kekayaan, kekuatan otot semata. Dengan kurang dari 5% rakyat berpendidikan tinggi, sulit bangsa kita untuk menang berkompetisi di era globalisasi yang berbasis informasi & pengetahuan walaupun dibantu oleh komputer secanggih apapun. Dalam kebijakan nasional, Teknologi Informasi (TI) menjadi kunci dalam dua (2) hal - effisiensi proses dan memenangkan kompetisi. Andaikan Gus Dur mau berkata, “Urusan KTP, perijinan, surat tanah harus dapat selesai dalam waktu 15 menit, tanpa perantara & transparan” sebuah parameter kontrol effisiensi proses yang ekstrim. Alat bantu TI akan mendorong e-Government & effisiensi proses. Sialnya, alat bantu TI tidak ada artinya kalau kualitas & budaya SDM dibelakang-nya kurang baik. Political will Gus Dur & Yahya Muhaimin untuk menyatakan “40% tenaga kerja harus berpendidikan tinggi” secara taktis diimplementasikan dengan “Memasukan TI sebagai kurikulum wajib sejak Sekolah Dasar SD” menjadi dasar memperkuat otak bangsa & memenangkan kompetisi di era globalisasi. Infrastruktur akses ke dunia informasi kunci keberhasilan implementasi pernyataan politik di atas.
Sistem Operasi Linux Berbahasa Indonesia
Teknologi Informasi (TI) berbahasa Indonesia sempat di sentil oleh Gus Dur. Pernyataan Gus Dur sudah basi bagi kami yang memakai sistem operasi Linux. Tanpa di minta beberapa aktifis Linux berjibaku mengembangkan TI berbahasa Indonesia. Mereka terutama di motori I Made Wiryana dan kakaknya Wayan dari Trustix. Trustix Merdeka adalah Linux karya Trustix untuk bangsa Indonesia & berbahasa Indonesia pula. CD Trustix Merdeka dibahas & disebarkan gratis di majalah InfoLinux edisi Februari 2001. InfoLinux digerakan oleh komunitas Linux berpemegang saham ~50 orang. Selain Made & Wayan, banyak aktifis Linux Indonesia yang berkiprah untuk negeri ini, misalnya aktifis yang tergabung di Linux Documentation Project LDP menterjemahkan berbagai naskah & dokumentasi seperti HOWTO ke bahasa Indonesia. Aktifitas Pengguna Linux Indonesia (KPLI) bisa dibaca di Team Pandu dengan gigih mensosialisasikan Linux berbentuk naskah, tulisan & buku berbahasa Indonesia & di sebarkan gratis. Sebagian besar istilah TI sudah di Indonesia-kan sejak tiga (3) tahun lalu oleh Pusat Bahasa yang berlokasi di sekitar Rawamangun, Jakarta.
Linux menarik bagi WARNET, karena memungkinkan penggunaan komputer tua 286, 386 & 486 sebagai terminal murah tanpa disket & harddisk untuk akses Internet seperti dilakukan di Warnet Pointer di Medan. Linux memungkinkan server, peralatan komunikasi tanpa kabel dibuat sendiri di Indonesia seperti dilakukan oleh teman-teman WARNET di Makasar, Medan, Bandung, Malang, Yogya dll. Linux fenomena luar biasa, seperti desa mengepung kota – kaum lemah, bersatu saling tolong mengembangkan perangkat lunak Linux, semua program (source code) dibuka & di sebarkan secara gratis melepaskan hak ciptanya untuk kepentingan publik sehingga semua orang bisa belajar karena tidak di tutupi, sebuah pengorbanan yang luar biasa. Linux legal digunakan secara gratis, tidak membajak software - predikat memalukan yang melekat di bangsa Indonesia sebagai 10 negara pembajak software terbesar di dunia – tidak perlu di sandang oleh bangsa ini jika Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di tegakan secara benar oleh aparat, sweeping & bersihkan pembajak software Microsoft. Bagi yang tak mampu membeli Microsoft, Linux yang gratis tidak membajak menjadi alternatif pilihan yang legal, di sertai program terbuka dan berbahasa Indonesia pula.
Akses ke dunia Informasi & Pengetahuan
Akses ke dunia informasi & pengetahuan menjadi rintangan real maupun psychologis. Secara psychologis, banyak guru, kepala sekolah & yayasan memperoleh persepsi bahwa Internet, komputer adalah mahal & merusak ahlak. Banyak guru kurang berminat pada hal baru seperti komputer. Tak terpikirkan hal positif dari benda-benda tersebut, seperti pisau – komputer & Internet bisa bermata dua. Konsep Warung Internet (WARNET) yang di implementasi di SMK oleh DIKMENJUR membuktikan keberhasilan mengintegrasikan 400+ SMK di seluruh Indonesia sebagian secara swadaya masyarakat. Siswa menanggung beban sangat rendah Rp. 1000 /siswa/bulan untuk akses e-mail Internet seperti di SMKN1 Ciamis. Artinya teknologi informasi & akses Internet dapat menjadi fasilitas swadana di sekolah. Investasi fasilitas Rp. 20-50 juta / sekolah bisa kembali dari iuran siswanya sendiri dalam waktu 1-1.5 tahun saja. Pendidikan jarak jauh menjadi mungkin, jaringan 20+ perpustakaan digital telah berkembang oleh Indonesia Digital Library Network & Indonesia CyberLibrary Network. Pemerataan pengetahuan, pemenuhan hak asasi manusia untuk berkomunikasi & berperan di dunia informasi seperti di tuangkan dalam TAP MPR XVII/MPR/1998 dipenuhi tanpa perlu berhutang pada Bank Dunia, ADB & IMF.
Dunia pendidikan paling strategis karena masa depan bangsa di tentukan oleh anak bangsa yang pandai bukan yang berotot & berkuasa. Massa orang pandai dan menggunakan Internet pada hari ini hanya 2 juta orang (menurut APJII). Dengan kekuatan 1% saja, Indonesia akan dilibas oleh negara tetangga di era globalisasi. Strategi sederhana harus di galakan, jumlah SMU, SMK, Pesantren, PTS di seluruh Indonesia hanya sekitar 25.000 buah. Dephub POSTEL harus berani mengambil inisiatif kebijakan untuk memaksa mekanisme Universal Service Obligation (USO) untuk mengorbankan 25.000 saluran telepon dari 10 juta total saluran yang ada untuk memandaikan anak bangsa. Di samping, membebaskan frekuensi ISM band 2.4GHz & 5.8GHz. Jika di tunjang kemudahan dari INDAG, Bea Cukai, PMA, Pajak dll. Bukan mustahil lima (5) tahun lagi kita melihat 20 juta (10%) bangsa ini menjadi pandai & harus diperhitungkan oleh masyarakat internasional dalam kompetisi era globalisasi.
Perjuangan di akses Internet terutama akan bertabrakan dengan Telkom & KSO-nya serta pengatur frekuensi di negara ini. KSO Telkom secara semena-mena telah menaikan biaya langganan menerima telepon (dial-in) menjadi Rp. 300.000 / bulan (dari Rp. 30.000 / bulan) bagi ISP di Bali, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra tanpa persetujuan Pemerintah & DPR. Hal ini akan mematikan akses informasi & pengetahuan bagi sebagian bangsa ini. Konsekuensinya, beberapa rekan di Koperasi Warnet Bandung (KOWABA), Asosiasi Warnet Surabaya, Jogya, Malang & kota lain yang kreatif melalui bahu membahu bekerjasama membangun WARNET Broadband karena sangat sulit & mahal sekali menyewa leased line broadband ISDN maupun DSL 1-2Mbps dari Telkom. KOWABA dimotori aktifis WARNET seperti Aday & Zilmy merupakan contoh sukses keberhasilan implementasi WARNET Broadband tanpa tergantung sama sekali kepada Telkom, beberapa puluh WARNET di Bandung bersatu & bekerjasama menyamakan tarif dan menyewa bandwidth ke Internet 1Mbps 1:1 melalui satelit, kemudian di distribusikan menggunakan peralatan microwave 2.4GHz buatan sendiri. Iuran sebesar Rp. 4-5.5 juta/warnet/bulan sangat murah untuk kecepatan total satu (1) Mbps 1:1 & kompetitif dibandingkan sewa akses 64 Kbps 1:4 melalui Telkom & ISP seharga Rp. 8-10 juta/bulan/warnet. Tunjangan broadband ISP seperti Melesat, PesatNet, 88Direct, TurboNet, Rainbow2u memarakan suasana. WARNET broadband memungkinkan membuat jaringan masyarakat tanpa tergantung sama sekali Telkom maupun utangan Bank Dunia, ADB & IMF. Penghasilan WARNET naik dari rata-rata Rp. 200.000 / hari menjadi sekitar Rp. 1 juta / hari setelah menjadi WARNET broadband, sebab pelanggan mendapat kualitas baik.
Akses microwave 2.4GHz & 5.8GHz ISM band sebagai secondary service menjadi solusi utama akses Internet broadband 2-11Mbps di Indonesia. Di Bandung saja paling tidak ada 100-an WARNET yang menggunakan akses microwave. Sesuai peraturan International Telecommunication Union (ITU) S5 peralatan di 2.4GHz & 5.8GHz tahan interferensi & tidak menghasilkan interferensi di luar band tsb. karena kecil-nya daya. Konsekuensinya, di banyak negara, Peralatan ISM band secondary service dibebaskan dari ijin pada peralatan instrumentasi, kedokteran, sains, kamera digital, handphone, komputer & berbagai peralatan telekomnunikasi data. Peralatan ISM band umumnya di produksi massal dengan teknologi gigi biru (bluetooth) yang murah & berdaya kecil.
Walaupun di banyak negara di bebaskan - tampaknya perjuangan masih panjang bagi rakyat Indonesia, karena bagian pengatur frekuensi di DITJEN POSTEL sedang berusaha untuk mengharuskan ijin bagi penggunaan ISM Band secondary service tsb. Mungkin kurang pemahaman aparat POSTEL akan kondisi lapangan, atau karena permintaan 2.4GHz oleh Telkom seperti diakui D. Amarudien, Vice President Telkom - menyebabkan kebijakan yang kurang berpihak pada masyarakat banyak. Padahal, ISM band merupakan solusi alternatif sebagian besar WARNET, sekolah, institusi dll. yang kesulitan memperoleh saluran Telkom & sering kali mahal. Selain itu, sulit meregulasi produksi massal seperti peralatan ISM band. Sialnya, prosedur birokrasi yang dibuat-buat justru akan menghambat kreatifitas & perkembangan dunia telematika Indonesia sendiri. Akhirnya berdampak mematikan akses bagi masyarakat Indonesia ke dunia informasi & pengetahuan yang pada dasarnya melanggar HAM yang tertera di TAP MPR XVII/MPR/1998. Dalam bahasa religius, untuk membesarkan sebuah bangsa Zakat, Infaq & Shadaqah merupakan bagian integral dari proses pensejahteraan. Alangkah indahnya bila sebagian komoditi bisa di-Infaq-kan untuk mensejahterakan umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar